RADIO DAKTA : Apakah sikap pragmatis telah menyusupi NU ?

Kamis, 01 April 2010

Harapan yang saya tuangkan dalam tulisan sebelumnya http://eramuslim.com/suara-kita/suara-pembaca/mengapa-kita-menyebut-nama-penguasa.htm , agar pemilihan ketua umum PB NU, organisasi massa muslim terbesar di Indonesia, tidak dilakukan dengan suara terbanyak, tidak terwujud.
Dalam sistem pemilihan ketua/pemimpin secara Islami, sebaiknya pemilihan ketua / pemimpin dilakukan oleh Ahlul Halli wal Aqdi, sehingga memungkinkan terpilihnya atau menetapkan pemimpin sesuai syar’i yakni pemimpin yang tidak mencalonkan dirinya sendiri namun diminta untuk memimpin dikarenakan kompetensi dan rekam jejak pendapat, pemahaman dan perilaku selama ini.
Sebagaimana Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam katakan kepada Abdurrahman bin Samurah radhiyallahu `anhu yang artinya

“Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberinya karena engkau mencarinya engkau akan dibiarkan mengurusi sendiri (tidak Allah Subhanahu wa Ta’ala bantu). Tetapi jika engkau diberinya tanpa mencarinya maka engkau akan dibantu (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dalam mengurusinya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam Shahih Al-Bukhari juga, dari sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu `anhu, bahwa ada dua orang mengatakan kepada Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, jadikan kami sebagai pemimpin.” Maka beliau menjawab yang artinya
“Sesungguhnya kami tidak akan memberikan kepemimpinan kami ini kepada seseorang yang memintanya atau berambisi terhadapnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dengan sistem pemilihan dengan suara terbanyak maka memungkinkan terpilih pemimpin yang “berkeinginan”/”ambisi” untuk memimpin, yang popular/idola/terkenal atau yang didukung penguasa. Sebagaimana berita-berita sebelum proses pemilihan terjadi, misal,
KH Said Aqil Siradj, Sabtu lalu, terang-terangan mendapat “dukungan” dari Presiden Yudhoyono (Kompas, 21/3)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/22/03100886/para.calon.ketua.umum.saling.klaim.dukungan
Atau
“Kedatangan Kiai Said dan Gus Sholah ke SBY jelas punya agenda politik, khususnya untuk melicinkan pencalonan mereka di muktamar NU,” kata Umar di Jakarta, Minggu.
Menurutnya, hal itu tidak sehat bagi pembelajaran politik warga NU karena secara psikologi politik NU akan menjadi subordinat kekuasaan.
http://www.antaranews.com/berita/1269213947/said-aqil-gus-sholah-dinilai-punya-agenda-politik-temui-sby
Berbahaya jika kepentingan atau sikap pragmatis menyusupi organisasi massa muslim yang seharusnya bersikap idealis, berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits. Jika kepentingan lebih diutamakan maka memungkinkan terjadi upaya-upaya “pembenaran”, bukan lagi upaya-upaya penegakan kebenaran. Upaya “pembenaran” terhadap tindakan, kegiatan, aktivitas dengan memilih-milih ayat Al-Qur’an dan Hadits yang sesuai dengan maksud atau kepentingan. Sebagaimana peringatan yang disampaikan Saidina Ali Rda, “kalimatu haqin urida bihil batil”, perkataan yang benar dengan maksud / tujuan yang salah.
Kemungkinan adanya kepentingan dalam sebuah kepemimpinan, salah satunya diketahui dari rekam jejak pemahaman, pendapat atau tulisan sang pemimpin (tanfidziyah PB NU terpilih). Salah satu rekam jejaknya telah diuraikan oleh Hartono Ahmad Jaiz dalam buku berjudul “Mengungkapkan kebatilan KYAI LIBERAL Cs, penerbit Pustaka Al-Kautsar atau bisa temukan dalam tulisan disini, http://www.voa-islam.net/news/citizens-jurnalism/2010/03/30/4558/said-aqiel-siradj-menangjil-girangada-apa/
Kemungkinan adanya kepentingan dalam sebuah kepemimpinan, dapat kita waspadai dari pendapat orang-orang yang memusuhi kita kaum Ahlussunnah Wal Jamaah seperti Ulil Abshar Abdalla.
Menurut tokoh muda NU ini, terpilihnya Said Agil merupakan kemenangan terbaik sepanjang pergantian kepemimpinan NU yang diikutinya.
“Ini saya katakan sebagai the best result. The best karena kemenangan ini adalah kemenangan melawan Hasyim Muzadi,” kata Ulil, kandidat calon ketua umum PBNU periode 2010-2015 yang tidak lolos putaran kedua di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sabtu 27 Maret 2010.
Menurut Ulil, Said Agil adalah sosok yang dianggapnya paling tepat memimpin NU. Sebab Said bisa menjadi panutan, alim, serta sosok yang bisa menyesuaikan dengan tantangan zaman yang dihadapi NU saat ini.
http://politik.vivanews.com/news/read/139685-ulil_abshar__said_agil_paling_pas_pimpin_pbnu
Silahkan pahami dua pernyataan Ulil , “kemenangan Agil adalah kemenangan melawan Hasyim Muzadi” dan “sosok yang bisa menyesuaikan dengan tantangan zaman”. Sebagaimana lazimnya pendapat kaum liberal bahwa agama “menyesuaikan” dengan zaman, yakni sesuai dengan kepentingan mereka di dunia.
Padahal Allah telah memperingatkan dalam firmanNya yang artinya,
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat” (Asy Syura:20).
Dalam organisasi NU, harapan terakhir adalah pada kepemimpinan Rais Aam. Dalam proses pemilihan Rais Aam masih memperhatikan inaqam (level / derajat), yang semoga sesuai dengan derajat kemuliaan muslim di sisi Allah yang berdasarkan ketaqwaan, teguh memegang Al-Qur’an dan Hadits.
Ya Allah berikanlah kekuatan kepada para pemimpin agar dapat mentaatiMu dan Rasulullah serta berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits dalam kepemimpinan mereka.
Wassalam
Zon di Jonggol

0 comments: